Perilaku Etis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan   Leave a comment

Dalam kehidupan bermasyarakat, walaupun betapa kecil populasinya tentu setidaknya kelompok tersebut memiliki nilai-nilai etika yang dijunjung bersama sehingga dapat meminimalisasi timbulnya konflik atau mencengah salah satu pihak mengalami kerugian. Begitupula dalam suatu bisnis, perusahan dalam menjalankan operasinya juga harus memperharikan etika yang berlaku karena etika secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh penting pada pandangan masyarakat mengenai citra perusahaan yang memproduksi produk-produk yang mereka kenali. Dias dan Shah, (2009:110) mendefinisikan etika sebagai pemahaman standar-standar perilaku moral yang diterima oleh masyarakat yang kemudian dinilai benar atau salah. Etika ini biasanya bersumber dari agama atau budaya Perbedaan antara etika dan hukum adalah dari segi ilegal atau tidaknya suatu perbuatan. Secara umum, sesuatu yang ilegal adalah juga merupakan sesuatu yang tidak etis, namun sesuatu yang tidak etis belum tentu ilegal. Contoh mencuri uang perusahaan adalah tindakan yang ilegal sekaligus tidak etis, dan patut dikenakan sanksi hukuman. Namun perbuatan membicarakan (baca: menggosipkan) pekerja lain dibelakangnya adalah hal yang tidak etis namun bukan hal yang ilegal (Dias & Shah, 2009:112). Etika dalam bisnis internasional dibagi menjadi dua yakni etika personal dan etika perusahaan.
Dalam etika personal ada lima pendekatan utama yang dapat membantu seseorang untuk membuat keputusan yang benar baik secara hukum maupun etika. Pendekatan yang pertama adalah Utilitarian atau manfaat yang berasumsi bahwa tindakan yang diambil haruslah memberikan apa yang terbaik bagi lingkungan dan diri sendiri. Kedua the rights approach yang menekankan bahwa tindakan etis adalah ketika seseorang bisa menjaga sikap dan respek terhadap hak-hak orang lain. Ketiga adalah pendekatan the fairness or justice approach yang mentyatakan bahwa tindakan etis akam membuat manusia pada posisi yang sama atau tidak sama sesuai dengan kapabilitas masing-masing. Contoh perusahaan memberikan gaji pada tiap karyawannya yang jumlahnya tidaklah sama disesuaikan dengan jabatan, jenis pekerjaan, ataupun kontribusi mereka terhadap perusahaan. Yang keempat adalah pendekatan the common good approach yang merujuk pada hubungan yang terjadi dalam masyarakat yang berbasiskan pada etika rasional dan rasa respect atau saling menghormati dan rasa belas kasih terhadap satu sama lain. Kemudian pendekatan yang terakhir adalah the virtue approach yang menyatakan bahwa tindakan etis setidaknya harus bersifat konsisten dengan kebaikan ideal yang dapat mengembangkan rasa kemanusiaan dalam kehidupan bermasyarakat (Dias & Shah, 2009: 114).
Selain manusia secara personal, perusahaan juga memiliki nilai-nilai etik tertentu yang harus ditaati yang dikodifikasikan secara formal dalam bentuk kode etik dan harus dijalankan oleh seluruh pekerjanya. Ada dua kategori kode etik perusahaan yaitu kode etik berbasis kerelaan dan kode etik berbasis integritas. Kode etik berbasis kerelaan menekankan pengenaan hukuman bagi para pelanggarnya dan meningkatkan kontrol untuk pemenuhan bagi setiap kewajiban. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya dominasi penentuan keputusan, pelanggaran atau nilai benar salahnya oleh seorang saja secara khusus. Metode yang digunakan dalam penerapan kode etik ini adalah dengan meningkatkan kontrol, pendidikan, penalti, dan sebagainya. Sedangkan kode etik berbasis integritas lebih menekankan pada menetukan nilai-nilai tertentu dalam perusahaan agar mendukung terpenuhinya sikap-sikap etis tertentu. Sehingga kode etik ini terwujud baik berdasarkan standar umum seperti kode etik berbasis kerelaan juga ada kode etik standar internal tersendiri yang diciptakan. Namun keputusan tertinggi dipegang oleh manajer dengan bantuan pengacara, dan metode penerapannya dengan pelatian kepemimpinan, proses pengambilan keputusan, pendidikan, dan sebagainya (Dias & Shah, 2009: 116).
Selain menerapkan perilaku etis dalam bisnisnya, ada kegiatan salah satu kegiatan yang perlu dan penting untuk dilakukan perusahaan agar bisa meningkatkan nilai tambah dan citranya dalam masyarakat adalah dengan melakukan tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR), yaitu kepedulian bisnis kepada kesejahteraan masyarakat sekitar (Dias & Shah, 2009: 118). Tanggung jawab perusahaan menyangkut semua hal yang dilakukan perusahaan yang berhubungan dengan masyarakat mulai merekrut karyawan dari kelompok minoritas, menghemat energi, meminimalkan polusi dan sebagainya. Salah satu fungsi dari CSR ini adalah untuk menilai kerja sosial perusahaan yang dapat dilihat berdasarkan tiga kategori, yaitu kedermawanan perusahaan, tanggung jawab perusahaan, dan kebijakan perusahaan (Dias & Shah, 2009: 118). Kedermawanan perusahaan dapat berupa bantuan atau sumbangan sukarela yang diberikan pada kelompok-kelompok non-profit tertentu. Program ini ada yang merupakan program tetap perusahaan dan dapat dilakukan perusahaan besar maupun kecil. Dan dalam rangka menciptakan citra yang baik dengan melakukan CSR perusahaan biasanya akan menerbitkan laporan kegiatan sosialnya secara berkala kepada publik untuk. Namun untuk memberitakan kegiatan sosialnya, perusahaan harus bisa mengukur kontribusi positifnya terhadap mayarakat dan mengurangi dampak sosial negatifnya dengan menggunakan audit sosial. Audit sosial adalah evaluasi sistematik dari perkembangan masyarakat untuk mengimplementasi program tanggung jawab sosialnya dan biasanya meski dimulai oleh perusahaan namun ditangani oleh pihak luar yang ahli di bidangnya. Selain menggunakan audit sosial, biasanya ada pula kelompok-kelompok yang pekerjaannya memang mengawasi bagaimana perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosialnya dan berlaku etis, yaitu investor yang peduli terhadap isu-isu sosial kemasyarakatan, pecinta lingkungan, kelompok pekerja, dan pelanggan (Dias & Shah, 2009: 127-8).
Salah satu perbuatan etis yang paling mendasar dan minimal untuk dilakukan oleh perusahaan adalah memenuhi tanggung jawabnya pada pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan tersebut atau stakeholder yaitu meliputi pelanggan, investor, karyawan, masyarakat dan lingkungan (Dias & Shah, 2009: 122-7). Tanggung jawab perusahaan kepada pelanggan yang paling penting adalah memuaskan pelanggan dengan produk dan jasanya yang berkualitas, caranya adalah dengan jujur kepada pelanggan mengenai produk yang mereka miliki dan tidak berlebihan dalam meng-iklankan produknya (baca: iklan bohong dan tidak sesuai kenyataan produk) serta dapat dipercaya. Tanggung jawab kedua adalah kepada investor dimana perusahaan harus berusaha sedemikian mungkin untuk selalu meningkatkan kekayaan investor yang telah memberikan dananya agar perusahaan tersebut bisa beroperasi dan jujur mengenai kondisi keuangan perusahaan kepada investor. Hal ini perlu dilakukan agar investor tetap mau bekerjasama dengan perusahaan. Tanggung jawab ketiga adalah kepada karyawan, diantaranya adalah tanggung jawab untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan menghargai karyawannya dengan perlakuan yang adil. Penghargaan ini salah satunya adalah dengan pemberian kompensasi dan membayar karyawannya dengan seharusnya. Dan tanggung jawab terakhir adalah kepada masyarakat dan lingkungan sekitar, yaitu menciptakan kesejahteraan. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka tanggung jawab terhadap masyarakat adalah dengan mempromosikan keadilan sosial, donasi-donasi, berusaha melakukan bisnis tanpa membahayakan lingkungan, dan sebagainya.
Dewasa ini, tanggung jawab sosial dan perilaku etis perusahaan tidak hanya ditujukan pada lingkungan sekitar saja, namun juga kepada dunia global dan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di berbagai belahan dunia mengingat banyak perusahaan yang berskala global (Multinational Corporation) dan hubungan bisnis dapat dijalankan semudah kita menggeser jari. Standar etis semakin hari semakin tinggi dan pelanggan tidak hanya menginginkan hal itu datang dari perusahaan di sekitar mereka saja, tapi juga perusahaan internasional lain yang mendistribusikan barangnya ke negara mereka agar perusahaan tersebut berkomitmen pada hal-hal yang melestarikan kehidupan manusia. Standar-standar tertentu juga tidak jarang ditetapkan oleh pemerintah kepada perusahaan asing yang ada di negaranya atau produknya akan diimporkan ke negaranya.
Namun yang perlu diingat menurut penulis adalah bahwa ketika banyak perusahaan internasional masuk pada suatu negara, ia seringkali disalahkan atas beberapa masalah sosial yang terjadi, padahal perusahaan disini hadir bukan untuk merusak lingkungan atau membuat para pengusaha kelas bawah menjadi gulung tikar, ia secara sederhananya ada hanya untuk merespon dan menghadirkan barang atau jasa yang orang inginkan, dengan cara itulah mereka (perusahaan) mendapatkan keuntungan. Jadi disini misi dan tujuan utama dari suatu perusahaan adalah bisnis pembuatan uang, dan selalu mengejar pada keuntungan, bukan suatu badan amal yang bertugas mengentaskan kemiskinan atau meningkatkan pendidikan (Stiglitz, 2006 : 189).. Dan dalam usaha meningkatkan profit-nya tersebut perusahaan multinasional telah banyak membawa kemajuan bagi beberapa negara berkembang seperti; membantu barang-barang dari negara berkembang untuk mencapai pasar negara-negara maju, transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang, menyediakan lapangan pekerjaan, meningkatkan standar hidup di negara berkembang dan lain sebagainya. Dan tentunya jika ingin globalisasi berjalan maka perusahaan multinasional sangat penting keberadaannya

Referensi :
Dias, Laura dan Shah, Amit. 2009. ‘Demonstrating Ethical Behavior and Social Responsibility’ dalam Introduction to Business. New York: McGraw-Hill.
Stiglitz, J. (2006). Chapter 7 The Multinational Corporation. Dalam MAKING GLOBALIZATION WORK (hal. 187-210). New York: W W. Norton & Company, Inc. [Diunduh dari http://library.nu/docs/4HYOVEM3B1/Making%20Globalization%20Work pada 05 ‎Juni ‎2011, ‏‎21:53:30

Posted Januari 25, 2012 by moze in Bisnis Internasional

Tagged with , , ,

Tinggalkan komentar