Manajemen Sumber Daya Manusia   Leave a comment

Efetivitas dan keberhasilan suatu organisasi tidak dapat dipungkiri tergantung pada berbagai macam aspek perusahaan dan lingkungan sekitar, termasuk sumber daya manusia dan bagaimana cara kerjanya diatur sedemikian rupa. Untuk itu diperlukan seorang manajer dalam bidang sumber daya manusia yang bertanggung jawab untuk mengawasi para pekerja agar melaksanakan kewajiban masing-masing dan mengintegrasikan sumber daya manusia tersebut dengan sumber daya fisik (kebendaan) agar menghasilkan sistem produksi yang efektif. Kegiatan manajemen sumber daya manusia ini meliputi perkiraan jumlah pegawai yang dibutuhkan, seleksi dan rekruitmen, training dan pengembangan, motivasi, kompensasi, disiplin, serta pemberhentian pegawai. Bagi perusahaan yang melakukan bisnis internasional dan beroperasi di luar negeri tentunya akan semakin membutuhkan orang-orang atau sumber daya manusia yang memiliki kemampuan lebih serta bikultural. Dalam artian para pegawai dan karyawan di perusahaan internasional haruslah mempunyai pengetahuan tentang praktik bisnis baik di negara asal maupun di negara tujuan dan kebiasaan-kebiasaannya (Wild, 2008: 542).
Beberapa penelitian mengatakan bahwa menurut para CEO yang beroperasi dalam bisnis internasional, mengembangkan suatu global mind-set merupakan prasyarat awal bagi sebuah perusahaan yang beroperasi lintas negara. Global mind-set disini berarti sebuah pemikiran yang mengkombinasikan keterbukaan dan penghargaan terhadap perbedaan pada pasar internasional serta perbedaan budaya dengan kecenderungan dan kemampuan untuk menggabungkan (mensintesa) perbedaan tersebut (Wild, 2008: 542). Atau dalam kalimat yang sederhana, seorang pegawai (manajer khususnya) yang berada dalam lingkungan bisnis global maka ia harus dapat membuka pikirannya dan menyerap perbedaan yang ada serta menyesuaikan diri dan perusahaan dengan lingkungan dimana ia berada agar dapat bertahan dan menghasilkan keuntungan. Global mind-set ini sebaiknya diterapkan dalam semua aspek manajemen sumber daya manusia.
Tahap awal manajemen sumber daya manusia adalah menentukan berapa perkiraan jumlah pegawai yang dibutuhkan dan apa saja persyaratannya, kemudian yang kedua adalah tahap rektrutmen dan seleksi dimana proses ini ditentukan oleh orientasi strategi perusahaan yang meliputi kebijakan etnosentris, polisentris, regiosentris, ataukan geosentris. Kebijakan etnosentis disini digunakan ketika sebuah perusahaan merekrut dan mempromosikan pegawainya berdasarkan ketentuan perusahaan induk di negara asal (Wild, 2008: 543). Atau dengan kata lain perusahaan di negara asal mengirimkan orang-orang dari negaranya ke negara tujuan untuk ditempatkan di posisi-posisi tertentu. Dengan demikian otoritas tertinggi tetap berada di tangan perusahaan induk termasuk evaluasi dan kontol yang sesuai dengan standar negara asal. Keuntungan dari kebijakan ini adalah dengan mengirimkan pegawai mereka ke negara lain yang memiliki perbedaan suasana dan permasalahan, maka akan menambah pengalaman pegawai tersebut dalam menyerap perbedaan dan semakin siap untuk dijadikan manajer di perusahaan induk.
Kemudian kebijakan polisentris digunakan oleh perusahaan yang berorientasi strategi multidomestik ketika ia merekrut dan mempromosikan karyawannya berdasarkan spesifikasi konteks lokal dimana anak perusahaan tersebut berada (Wild, 2008: 545). Jadi perusahaan internasional tersebut merekrut dan menepatkan penduduk lokal di posisi-posisi penting dengan asumsi orang lokal lebih memahami situasi dan kondisi dimana perusahaan tersebut beroperasi sehingga diharapkan dapat membuat kebijakan-kebijakan yang tepat. Kebijakan polisentris ini memiliki ortoritas yang lemah dari perusahaan induk sehingga evaluasi dan kontrol-nya pun dibentuk secara lokal dan aliran informasi dan komunikasi antara perusahaan induk dan cabang relatif sedikit. Hal ini terkadang mengakibatkan kebijakan yang dibuat di ranah cabang tidak sesuai dengan visi misi perusahaan induk.
Lalu kebijakan regiosentris dilakukan ketika suatu perusahaan merekrut atau mempromosikan karyawannya berdasarkan konteks spesifikasi regional dimana perusahaan tersebut beroperasi. Dalam artian perusahaan mengambil pegawai dari wilayah regional tertentu untuk menempati posisi posisi penting di manapun perusahaan tersebut berada, namun masih dalam regional teresebut. Otoritas tertinggi perusahaan, berada dan ditentukan secara regional, termasuk kontrol, evaluasi, komunikasi dan informasi. Oleh karena itu kebijakan ini banyak diadopsi oleh perusahaan dan bisnis yang berorientasi strategi regional (Wild, 2008: 546).
Dan mekanisme rekrutmen-seleksi yang terakhir yakni menggunakan kebijakan geosentris yang mana banyak digunakan oleh perusahaan internasional dengan orientasi strategi transnasional. Dalam artian perusahaan merekrut dan mempromosikan karyawannya berdasarkan kemampuan dan pengalamannya tanpa mempertimbangkan ras atau kewarganegaraan. Hal ini dilakukan dengan cara perusahaan memilih orang-orang terbaik dimanapun di seluruh dunia untuk ditempatkan di posisi-posisi strategis perusahaan cabang manapun. Otoritasnya juga berdasarkan kolaborasi dari semua perusahaan baik induk ataupun cabang di seluruh dunia yang terintegrasi secara global baik dalam mekanisme konrol-evaluasi ataupun komunikasi-informasi (Wild, 2008: 547).
Aktivitas manajemen sumber daya manusia yang ketiga yakni pelatihan dan pengembangan yang mana berkaitan dengan proses rekrutmen diatas. Proses rekrutmen inilah yang nantinya menentukan jenis pelatihan seperti apa yang dibutuhkan oleh pegawai. Secara garis besar sebelum mengirim pegawainya untuk mengoperasikan perusahaan cabang, biasanya perusahaan melatih dan membekali mereka dengan berbagai macam kemampuan yang sekiranya dibutuhkan agar dapat beradaptasi dengan baik, seperti bahasa (terutama bahasa Inggris dan bahasa lokal) dan kebudayaan negara tujuan/host country.
Dari penjelasan tentang rekrutmen diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia (SDM) perusahaan internasional dapat diperoleh baik dari negara asal perusahaan, negara tujuan perusahaan ataupun dari negara ketiga. Perkrutan ini kemudian membawa dampak munculnya expatriat di negara tujuan perusahaan. Expatriat disini didefinisikan sebagai seseorang yang bertempat tinggal diluar wilayah kewarganegaraannya (Wild, 2008: 542). Keberadaan expratriat disini berguna untuk menghadirkan atau membawa kemampuan teknis atau manajerial yang jarang ditemui di negara tujuan serta mentransfer baik sistem perusahaan atau kebudayaan. Namun keberadaan expatriat ini membutuhkan perhatian yang lebih besar dan pertimbangan yang matang agar performa kinerjanya tetap bagus. Oleh karena itu sebelum mengirim pegawainya ke luar negeri, perusahaan perlu memberikan pelatihan bahasa dan budaya lokal negara tujuan agar terhindar dari language trap (situasi dimana seseorang yang melakukan bisnis internasional hanya dapat berbicara dengan bahasa ibunya) dan masalah culture shock akibat tidak bisa beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi negara dimana ia ditempatkan. Selain itu perusahaan juga perlu memperhatikan keluarga dari pegawai expatriat tersebut, karena berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa 9 dari 10 kegagalan expatriat berkaitan dengan masalah keluarga (Wild, 2008: 551).
Bahkan setelah expatriat bertugas di luar negeri dan kembali ke negara asalnya, masih ada kemungkinan masalah lain seperti repatriation atau kondisi dimana ia mengalami culture shock di negera asalnya akibat kebiasaan yang diperoleh dari luar negeri (Wild, 2008: 554). Oleh karena itu menjadi penting untuk merencanakan kembalinya expatriat tersebut sebelum persetujuan pengiriman ke luar negeri dibuat. Perencanaan pengembalian itu termasuk konseling repatriation bagi mereka yang kesulitan untuk kembali ke kebiasaan lama negara asal.
Bagi sebuah perusahaan internasional (terutama pemilik) tentu merupakan hal yang agak sulit jika mempercayakan bisnis mereka di tangan pegawai yang dikirim ke luar negeri, untuk itu para expatriat perlu diberi fasilitas-fasilitas khusus dan istimewa agar dapat bekerja dengan maksimal dan menjaga kepercayaan yang telah diberikan kepadanya (baca: kompensasi untuk mendapatkan loyalitas expatriat). Kompensasi itu meliputi gaji pokok, allowance, bonus, dan status internasional (Wild, 2008: 555). Gaji pokok adalah sejumlah bayaran yang diberikan kepada expatriat sesuai dengan pekerjaan yang dijaklankannya. Sedangkan allowance adalah kompensasi bayaran pegawai yang ditambahkan pada gaji pokok karena pengeluaran yang lebih tinggi saat hidup di luar negeri, meliputi tempat tinggal, biaya hidup, pajak, pendidikan dan biaya kepindahan. Kemudian bonus yang merupakan kompensasi bayaran pegawai expatriat yang ditambahkan pada gaji pokok dan allowance dikarenakan kerja kerasnya, gangguan yang dialaminya ataupun jika terlibat bahaya. Bonus disini meliputi keistimewaan bekerja di luar negeri, pembayaran akhir kontrak, kesempatan untuk kembali atau berkunjung ke negara asal (Wild, 2008: 555-558). Pada intinya performa kerja dan kemauan expatriat untuk dikirim ke luar negeri salah satunya adalah tergantung pada fasilitas yang dijanjikan oleh perusahaan. Melihat fakta yang ada sekarang dimana dengan adanya globalisasi baik bisnis maupun teknologi serta transportasi, maka prospek keberadaan expatriat ini akan semakin meningkat.
Referensi :
Wild, John J. et.al. 2008. “Human Rescoursce Management” dalam Business : the Challenges of Globalisation. New Jersey : Pearson

Tinggalkan komentar